The Sound of A Little Bird

 
It’s a little bird that flies within the stormy cloud
Imitating the others, showing its proud, aloud.
Crossing the territory,
It’s drowning in the sea,
Can’t swim, it has no beam.
Its wings get wet
Trying hard to breath
Using its amulet
To avoid its death.
 
“Now, it’s time to sleep, Buddy!”
It hears someone murmuring,
No, it doesn’t want to sleep, “drain my body!”
Flapping its wings, it turns into a fascinating bird, singing.
Its friends are surprised by its new transformation
No one expects it would be the greatest
it becomes the orbit of affection
kind of far from what it was, the faintest.

SIMILAR POSTS

Catalyst

 
I’m in a rush
Suffocating every breath to be hush.
Clinging on the limitation,
Conjoining with hallucination.
Addicted to exhaustion.
 
Tick-tock
Tick-tock
That’s the moan of the clock.
Being murdered by the talk
Of the solicitude and the balk.
 
I’m hungry
Chewing my own body
Drinking my own salivary of worry.
I know, it’s kind of farcical.
Yet it makes me jovial, go along with this circle.

SIMILAR POSTS

Baby Blue

 
She was a little.
Played along with the rain,
Recited a spell in the jungle.
Like the whistle of the train,
rang forward without any pain.
 
Just turning 15.
A lot of things had been seen.
Entering the empire of misery,
Letting them in to break the mystery.
Dang! They’re only temporary!
 
Her scent,
Her presence,
Creeping down to the sand.
 
Trickle
Wrinkle
Spread by broken bones
Held by empty cones.

Falling Into Pieces

 It’s insane knowing how terrible myself to be;
Struggling against what it should be.
No. Not about the brown walls around me.
Neither  a shout I barely to see.
Ah, a bunch of sins I can no longer to burry.
 
Thousand of words mumbling under the tea;
Leaving footprints to follow,
Leading me to the symphony,
Flying within the shadow.
 
What the heck! My face collapsed instantly;
As hollow of sorrow breaks the melody.
 
A plastic bag giggling and shaking.
It’s cold like the wind beneath my blood.
Even the flashlight can’t intrude, so daring
This girl keeps dancing, ruining her wing
‘till the inner soul says,
“Doing nothing is perfect than running and turning to the wrong path of flood.”

Titik Koma


“Sebab bagiku kau adalah kumpulan partikel asa yang selalu ku coba tuk realisasikan.” 

“Dusta. Kau memang pandai merangkai kata. Namun, satu hal yang harus kau tau, aku bukanlah asa  yang selama ini kau dambakan, aku adalah potongan kekecewaan yang siap menghujam saat kau lengah.” Ucapmu, sembari menatapku sayu.

“Pun aku, akan ada probabilitas di mana kita akan saling mengecewakan, namun aku—”

“Sudahlah, berulang kali ku katakan padamu, mencintaiku tidak semudah yang kau bayangkan. Terlalu sering batinmu meronta karena perihnya sayatan frase yang keluar dari bibirku. Sadarlah, aku tidak pantas menerima ketulusan hatimu.”

“Kau tahu, tak pernah sedikitpun aku menyesal melabuhkan perasaanku padamu. Memahamimu membutuhkan waktu, dan aku menikmati setiap proses yang tercipta.”  

Kau hanya tertunduk diam. Argumen yang kau lontarkan terasa sia-sia bagimu. Kesekian kalinya kita beradu kata dalam cerita yang tak berujung ini. Hening, hingga kita terpisahkan oleh jarak yang tak bergeming.

---------------------------------------------------------------------------------------
Makhluk-makhluk jenaka itu hanya dapat berceloteh tanpa makna. “Omong kosong”, gumamku. Mereka tertawa terpingkal dengan wajah masam. Tatapan mereka seperti sedang meledekku, mata mereka berputar tak beraturan sembari menggerogoti tubuh mereka masing-masing. MENJIJIKKAN.
 

Candramawa dalam Swastamita



di langit-langit
tempurung kepalaku
terbit silau
cahayamu

dalam intiku
kau terbenam

Potongan sajak kecil milik Sapardi, yang selalu kau hembuskan dalam setiap katamu, menjadi medium pembicaraanku dengan semesta malam ini. Menggelitik, bukan? Bagaimana aku menggunakan magismu untuk menembus sekat-sekat fatamorgana yang bahkan belum pernah terjamah sebelumnya.

Katamu, tidak akan sanggup  batinku mengemban asa dan rasa yang berakar dari kemuslihatan. Sebongkah probabilitas yang kupinta pun enggan kau berikan. Sebegitu hinakah aku? Hingga sampai hati kau hempas kemaslahatan yang kurangkai bertahun-tahun.

Masih jelas terukir dalam benakku saat kau lebih memilih untuk  menanti fajar daripada mengejar senja. Saat itu, yang ingin kulakukan hanyalah membunuh sang waktu. Aku tercenung kala tatapan kita bersinggungan pada titik yang sama. Tatapan teduh itu membuat nadiku melesat jauh. 

Ego ini seakan berusaha merestorasi setiap inci ruang yang pernah berimpitan. Sudut yang selalu kuharapkan untuk terus bersilangan di antara ribuan binar dan pijar. Namun, kau bilang, untuk tidak menjadikanmu sebagai rumah karena kau yakin bahwa hadirmu tidak lebih dari seorang tamu yang membutuhkan tempat untuk bersinggah sejenak. Sekali lagi, kau mematahkan kedamaianku sejadi-jadinya.

Seperti Plato yang percaya bahwa realitas itu terbagi menjadi dua wilayah; dunia indra dan ide. Demikian pun aku yang beriman bahwa meleburmu di dalam imajiku akan memudahkan ritus jiwaku untuk meneguk sukmamu. Karena aku (sekali lagi) mengamini apa yang dikatakan Plato, “meskipun dunia ide tidak dapat ditangkap dengan indra, tetapi angan-angan itu bersifat kekal dan abadi”.

Aku bertahan menikmati keabsurdan yang semakin hari semakin menguat  pijakannya. Mungkin sia-sia bagimu sekeping senja yang kuberikan. Sungguh tak mengapa andaipun demikian. Aku mengilhaminya sebagai produk dari asimilasi partikel perbedaan yang ada. Seperti katamu, menanti fajar adalah kegemaranmu, sedangkan mengejar senja adalah keseharianku.

Bergulat menelisik ketaksaan yang hinggap pada kalimat-kalimatmu membuat akal dan nuraniku berselisih paham.  Aku tak sepandai dirimu dalam beretorika. Satu hal yang harus kau tahu; aku selalu mengirimkan dogma-dogma rindu dan cita di setiap penghujung hari. 

Aku bukanlah Apollo, Dewa  ramalan yang dapat menerawang takdir. Tak akan kugugat bagaimanapun Tuhan menghendaki kehidupanmu nantinya. Namun, untuk saat ini biarkanlah aku untuk tetap berhasrat menunggu kepulanganmu dan mengisi setiap bait penatmu selama semesta masih mendukung. 


Semesta, pada swastamita yang nirmala

XX
-MIP-






An Eternal Supernova


I got a scar
shot by a gigantic star.
Keeping this flaw
As deeper as it can claw.

Getting numb,
Getting dumb.
Scratching the tears,
Repeating for years.

My heart is aching.
My brain stops working.

I’m dying for an hour,
For glaring the famishment,
Tasting bitter and sour.

You cannot tell,
Whether I’m on the hill or in hell.
Since it’d be the same
Since it’d be the same.

I’m bleeding,
I’m bleeding,
I’m bleeding.




SIMILAR POSTS